Hakikat Kurikulum
Pendahuluan
Persoalan tentang kurikulum bukan hanya persoalan
guru dan tenaga kependidikan lainnya saja, akan tetapi merupakan persoalan
seluruh masyarakat. Hal ini dapat
dibuktikan, setiap terjadi perubaham kurikulum, maka komentar-komentar tentang
perubahan tersebut bukan hanya datang dari kalangan guru dan tenaga
kependidikan lainnya saja, akan tetapi juga dari kalangan masyarakat luas. Hal
ini memang wajar, sebab kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, sehingga pemberlakuan suatu kurikulum dalam dunia pendidikan akan
berdampak luas bagi masyarakat.
Pemahaman
tentang kurikulum bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya mutlak diperlukan, sebab kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Dengan demikian konsep kurikulum yang
dipegang guru akan mempengaruhi proses pembelajaran yang dilakukannya bersama
siswa di sekolah.
Bagi
masyarakat, khususnya orang tua siswa, pemberlakuan suatu kurikulum merupakan
persoalan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka, sebab kurikulum
bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan akan tetapi juga menyangkut
bahan ajar yang harus dimilki oleh anak didik.
Konsep
Dasar Kurikulum
Istilah Teknis
1.
Mata
pelajaran, adalah materi pelajaran yang
disusun secara sistematis berdasarkan disiplin ilmu misalnya mata pelajaran
IPA, IPS, Bahasa dan lain sebagainya.
2.
Pengalaman
belajar adalah seluruh kegiatan siswa yang dilakukan di bawah bimbingan dan
tanggung jawab guru baik di dalam maupun di luar sekolah.
3.
Perencanaan
pembelajaran adalah perangkat program pembelajaran yang berfungsi sebagai
pedoman bagi guru dalam pengelolaan proses pembelajaran.
Uraian
Bagi
setiap orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, istilah kurikulum bukan
istilah yang asing, sebab kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pembelajaran. Namun demikian, mungkin
diantara Anda masih ada yang belum paham makna yang sesungguhnya dengan istilah
tersebut. Banyak orang yang menganggap
kurikulum hanya berkaitan dengan bahan ajar atau buku-buku pelajaran yang harus
dimiliki anak didik, sehingga perubahan kurikulum identik dengan perubahan buku
pelajaran. Benarkah demikian? Apakah kurikulum hanya berkaitan dengan bahan
ajar? Apakah aktivitas siswa mempelajari bahan ajar tidak termasuk kurikulum?
Persoalan kurikulum bukan hanya persoalan buku ajar akan tetapi banyak
persoalan lainnya termasuk persoalan arah dan tujuan pendidikan, persoalan
materi pelajran, serta persoalan-persoalan lainnya yang terkait dengan hal itu.
Nah, dalam modul ini kita akan mencoba menelusuri konsep dasar kurikulum.
Istilah
kurikulum digunakan pertama kali pada
dunia olah raga pada jaman Yunani Kuno yang berasal dari kata Curir dan Curere, yang pada waktu itu
kurikulum diartikan sebagai jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari. Orang mengistilahkannya dengan tempat
berpacu atau tempat berlari dari mulai start sampai
finish.
Selanjutnya
istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan
memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun demikian, dalam
penafsiran yang berbeda itu, ada juga
kesamaannya. Kesamaan tersebut adalah, bahwa kurikulum berhubungan erat dengan
usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Kurikulum memang diperuntukkan untuk anak didik.
Dari
beberapa konsep, pada dasarnya kurikulum dapat dianggap sebagai mata
pelajaran,, sebagai pengalaman belajar dan kurikulum sebagai perencanaann
program pembelajaran. Ketiga konsep tersebut diuraikan di bawah ini.
a. Kurikulum
sebagai sejumlah mata pelajaran
Apabila Anda pergi ke suatu sekolah
atau ke lembaga pendidikan tertentu, kemudian Anda menanyakan tentang kurikulum
yang digunakan di lembaga tersebut, maka pimpinan sekolah akan menyodorkan berbagai mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh setiap peserta didik.
Pengertian kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh peserta didik, merupakan konsep
kurikulum yang sampai saat ini banyak mewarnai
teori-teori dan praktek pendidikan (Saylor, Alexander, Lewis, 1981).
Pengertian
kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran dapat ditemukan dari definisi yang
dikemukakan oleh Robert M Hutchins (1936) yang menyatakan :"The curriculum should include grammar,
reading, thetoric and logic, and mathematic, and addition at the scondary level
introduce the great books of the western world”.
Dalam
konsep kurikulum sebagai mata pelajaran
biasanya erat kaitannya dengan usaha
untuk memperoleh izazah. Izazah sendiri pada dasarnya menggambarkan kemampuan.
Artinya, apabila siswa telah berhasil mendapatkan izazah berarti ia telah
menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Kemampuan
tersebut tercermin dalam nilai setiap
mata pelajaran yang terkandung dalam izazah itu. Siswa yang belum memiliki kemampuan atau
belum memperoleh nilai berdasarkan standar tertentu tidak akan mendapatkan
izazah, walaupun mungkin saja mereka telah mempelajari kurikulum tersebut.
Dengan demikian, dalam pandangan ini kurikulum berorientasi kepada isi atau
materi pelajaran (content oriented).. Proses pembelajaran
di sekolah yang menggunakan konsep kurikulum demikian, penguasaan isi
pelajaran merupakan sasaran akhir proses
pendidikan. Untuk mencek apakah siswa
telah menguasai materi pelajaran atau belum biasanya dilaksanakan tes hasil
belajar.
Yang
menjadi pertanyaan kita adalah apakah
yang dipelajari siswa dalam setiap mata
pelajaran itu? Ya, manakala kita kaji,
yang dipelajari dalam setiap mata pelajaran itu adalah ilmu pengetahuan sesuai
dengan nama setiap mata pelajaran. Misalnya, ketika anak mempelajari mata
pelajaran IPS, maka pada dasarnya mereka
mempelajari ilmu pengetahuan tentang ilmu sosial. Demikian juga ketika siswa
mempelajari mata pelajaran IPA, maka
pada dasarnya mereka sedang belajar Ilmu Pengetahuan Alam, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu kurikulum sebagai mata pelajaran pada hakekatnya adalah
kurikulum yang berisikan bidang studi.
Kurikulum
sebagai mata pelajaran yang harus dikuasi oleh anak didik, dalam proses perencanaannya
memiliki ketentuan sebagai berikut:
1.
Perencanaan kurikulum biasanya
menggunakan judgment ahli bidang studi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sosial dan faktor pendidikan, ahli tersebut menentukan mata pelajaran apa yang
harus diajarkan pada siswa.
2.
Dalam menentukan dan menyeleksi
kurikulum perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti tingkat kesulitan, minat
siswa, urutan bahan pelajaran, dan lain sebagainya.
3.
Perencanaan dan implementasi kurikulum
ditekankan kepada penggunaan metoda dan strategi pembelajaran yang memungkinkan
anak didik dapat menguasai materi pelajaran, semacam menggunakan pendekatan
ekspositori.
Pandangan
yang menganggap kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran merupakan pandangan yang dianggap
tradisional, walaupun sebenarnya masih banyak dianut orang dan mewarnai
kurikulum yang berlaku dewasa ini.
b. Kurikulum sebagai pengalaman belajar siswa.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat membawa dampak terhadap berbagai aspek
kehidupan, termasuk terjadinya pergeseran fungsi sekolah sebagai suatu
institusi pendidikan. Seiring dengan tumbuhnya berbagai macam kebutuhan dan
tuntutan kehidupan, beban sekolah semakin berat dan komplek. Sekolah tidak saja
dituntut untuk dapat membekali berbagai
macam ilmu pengetahuan yang sangat cepat berkembang, akan tetapi juga dituntut
untuk dapat mengembangkan minat dan bakat, membentuk moral dan kepribadian,
bahkan dituntut agar anak didik dapat menguasai berbagai macam keterampilan
yang dibutuhkan untuk memenuhi dunia pekerjaan.
Tuntutan-tuntutan baru yang
dibebankan masyarakat terhadap sekolah tersebut, mengakibatkan pula
pergeseran makna kurikulum. Kurikulum
tidak lagi dianggap sebagai mata pelajaran, akan tetapi dianggap sebagai
pengalaman belajar siswa. Kurikulum
adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar
sekolah asal kegiatan tersebut berada di
bawah tanggung jawab guru (sekolah). Yang dimaksud dengan kegiatan itu tidak
terbatas pada kegiatan intra ataupun
ekstra kurikuler. Apapun yang dilakukan siswa asal saja ada dibawah tanggung
jawab dan bimbingan guru, itu adalah kurikulum.
Misalnya kegiatan anak mengerjakan pekerjaan rumah, mengerjakan tugas
kelompok, mengadakan observasi,
wawancara dan lain sebagai-nya, itu merupakan bagian dari kurikulum,
karena memang pekerjaan-pekerjaan itu adalah tugas-tugas yang diberikan guru
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seperti yang diprogramkan oleh
sekolah. Sedangkan, tugas-tugas lain
seperti membantu orang tua bekerja di ladang, atau membantu memasak dan lain
sebagainya, walaupun pekerjaan semacam itu bermanfaat untuk kehidupan siswa,
bukanlah kurikulum, karena pekerjaan dan aktivitas tersebut sama sekali di luar
tanggung jawab guru.
Banyak tokoh yang menganggap
kurikulum sebagai pengalaman, diantaranya adalah Hollis L. Caswell dan Campbell
(1935), yang menyatakan bahwa kurikulum adalah ... all of the experiences children
have under the guidance of teacher”. Demikian juga dengan Dorris
Lee dan Murray Lee (1940) yang menyatakan kurikulum sebagai :”…those experiences of the child which the school in any way utilizes or
attempts to influence. Lebih jelas lagi dikemukakan oleh H.H. Giles.S.P,
McCutchen, dan A.N. Zechiel: …the
curriculum… the total experience with which the school deals in educating young
people”.
Pendapat-pendapat
di atas selanjutnya diikuti oleh tokoh pendidikan berikutnya seperti Romine
(1945) yang mengatakan : ”Curriculum is interpreted to mean all of the
organized courses, activities, and experiences wich pupils have under direction
of the school, wether in the classroom or not”. Pendapat yang hampir sama
diberikan oleh Harold Alberty (1965). Bagi dia kurikulum itu adalah “all of the activitties that are provided for
the students by the school”. Demikian juga Saylor dan Alexander (1956)
yang menyatakan: “the curriculum is the sum total of school’s efforts to
influence learning, wether in the classroom, on the playground, or out of
school”. Bagi mereka, kurikulum itu
bukan hanya menyangkut mata pelajaran yang harus dipelajari, akan tetapi
menyang-kut seluruh usaha sekolah untuk
mempengaruhi siswa belajar baik di dalam maupun diluar kelas atau bahkan di
luar sekolah.
Pergeseran
pemaknaan kurikulum dari sejumlah mata pelajaran kepada pengalaman, selain
disebabkan meluasnya fungsi dan tanggung jawab sekolah, juga dipengaruhi oleh
penemuan-penemuan dan pandangan-pandangan baru khususnya penemuan dalam bidang
psikologi belajar. Pandangan baru dalam psikologi menganggap bahwa belajar itu
bukan mengumpulkan sejumlah pengetahuan, akan tetapi proses perubahan perilaku
siswa. Dengan demikian siswa telah belajar manakala telah memiliki perubahan
perilaku. Tentu saja perubahan perilaku itu akan terjadi manakala siswa
memiliki pengalaman belajar. Oleh sebab itu dalam proses belajar
pengalaman dianggap lebih penting dari
pada hanya sekedar menumpuk sejumlah
pengetahuan.
Kalaulah
kurikulum dianggap sebagai pengalaman atau
seluruh aktivitas siswa, maka untuk memahami kurikulum sekolah, tidak
cukup hanya dengan melihat dokumen kurikulum sebagai suatu program tertulis,
akan tetapi juga bagaimana proses
pembelajaran yang dilakukan anak didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Hal ini harus dipahami, sebab kaitannya sangat erat dengan evaluasi keberhasilan
pelaksanaan suatu kurikulum, yaitu bahwa pencapaian target pelak-sanaan suatu
kurikulum tidak hanya diukur dari kemampuan siswa menguasai seluruh isi atau
materi pelajaran seperti yang tergambar dari hasil tes sebagai produk belajar,
akan tetapi juga harus dilihat proses atau kegiatan siswa sebagai pengalaman belajar.
Bagaimana
menentukan dan mengukur pengalaman belajar itu? Bukanlah pekerjaan yang
sederhana. Segala bentuk perilaku siswa merupakan hasil dari pengalamannya yang
tidak mungkin dapat dikontrol guru. Oleh sebab itu, kurikulum sebagai suatu
pengalaman dianggap beberapa ahli sebagai konsep yang luas. Dan karena
keluasannya itulah maka makna kurikulum menjadi kabur dan tidak fungsional.
Kritikan dan
ketidak sepahaman terhadap konsep tersebut, memunculkan konsep yang menganggap kurikulum sebagai suatu
program atau rencana tertulis.
c.. Kurikulum
sebagai rencana atau program belajar.
Pendapat
ini dikemukakan oleh Hilda Taba (1962) yang menyatakan kurikulum sebagai
perencanaan belajar. Taba mengatakan: ”A curricu-lum is
a plan for learning: therefore, what is known about the learning process and
the development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum”.
Pendapat
yang menganggap kurikulum sebagai program atau rencana belajar seperti
dikemukakan Hilda Taba di atas, diikuti oleh tokoh-tokoh lainnya seperti Daniel Tanner dan Laurel Tanner (1975) yang
menyatakan bahwa kurikulum adalah perencanaan yang berisi tentang petunjuk belajar serta hasil yang diharapkan.
Tanner mengatakan kurikulum itu sebagai “…the
planned and guided learning experiences and intended learning outcomes,
formulated through the systematic reconstruction of knowledge and experiences
under auspices of the school, for the
learner’s continous and willful growth in personalsosial competence”.
Konsep
kurikulum sebagai suatu program atau rencana pembelajaran, nampaknya diikuti
oleh para ahli kurikulum dewasa ini, seperti Donald E. Orlosky dan B. Othanel
Smith (1978) dan Peter F. Oliva (1982)., yang menyatakan bahwa kurikulum pada
dasarnya adalah suatu perencanaan atau program pengalaman siswa yang
diarahkan sekolah.
Sebagai
suatu rencana kurikulum bukan hanya berisi tentang program kegiatan akan tetapi
juga berisi tentang tujuan yang harus ditempuh beserta alat evaluasi untuk
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan; di samping itu tentu saja berisi
tentang alat atau media yang diharapkan dapat menunjang terhadap pencapaian
tujuan.
Kurikulum
sebagai suatu rencana nampaknya juga sejalan dengan rumusan kurikulum menurut
Undang-undang pendidikan kita yang dijadikan sebagai acuan dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan. Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang dimaksud
dengan isi dan bahan pelajaran itu sendiri adalah susunan dan bahan kajian dan
pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang
bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Batasan
menurut undang-undang itu nampak jelas, bahwa kurikulum memiliki dua aspek
pertama sebagai rencana (as a plan) yang harus dijadikan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar oleh guru dan kedua
pengaturan isi dan cara pelaksanaan rencana itu yang keduanya digunakan sebagai
upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Untuk
menutup diskusi kita tentang konsep dasar kurikulum, ingin saya sampaikan,
bahwa kurikulum sebagai suatu rencana tertulis memang mudah dipahami, sebab
konsep itu jelas sasarannya dan mudah diukur. Akan tetapi konsep yang terlalu sempit juga dianggap
tidak menguntungkan. Hal ini seperti dikemukakan Zeis (1976) jika kita ingin
mengevaluasi kurikulum, kita tidak hanya
mengevaluasi rencana saja, tetapi mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan kurikulum tertulis itu pada peserta didik.
Oleh karena itu kurikulum tidak hanya menyangkut rencana akan tetapi bagaimana
pelaksanaan rencana itu. Jadi antara kurikulum sebagai sebuah rencana dengan
kurikulum sebagai sebuah kenyataan tidak dapat dipisahkan.
Perlu
kita pahami, bahwa sekolah didirikan untuk membimbing peserta didik agar
berkembang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Ini berarti titik sentral
kurikulum adalah anak didik itu sendiri. Perkembangan anak didik hanya akan
tercapai apabila dia memperoleh pengalaman belajar melalui semua kegiatan yang
disajikan sekolah, baik melalui mata pelajaran ataupun kegiatan lainnya. Oleh
karena itu seperti yang dikatakan Zais,
kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran harus bermuara pada perolehan
pengalaman peserta didik yang sengaja dirancang untuk mereka miliki. Akhirnya
kita simak juga pendapat Skilbeck dan
Harris (1976) yang menyatakan bahwa kurikulum bukanlah materi pelajaran yang
terpisah yang harus disampaikan dan
dipelajari melainkan bentuk pengalaman dan kebudayaan individu yang harus
dipelihara dan dimodifikasi. Dengan demikian
dalam kurikulum harus mencakup dua sisi yang sama penting, yaitu perencanaan pembelajaran serta bagaimana
perencanaan itu diimplementasikan
menjadi pengalaman belajar siswa dalam rangka pencapaian tujuan yang dihaapkan.
Untuk dapat menyelesaikan soal latihan di atas, Anda
perlu memahami makna kurikulum sebagai mata pelajaran, sebagai kegiatan belajar
serta sebagai perecanan program pembelajaran Selanjutnya Anda pahami konsep
kurikulum seperti yang dirumuskan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003. Nah, sekarang
coba Anda lihat apakah ketiga makna kurikulum itu dalam konsep kurikulum menurut undang-undang.
Defisini kurikulum menurut pandangan para ahli dapat
dipandang dari tiga konteks, yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum
sebagai kegiatan pengalaman dan kurikulum sebagai perencanaan.
Kurikulum
sebagai mata pelajaran berarti bahwa kurikulum merupakan sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh anak didik dalam kurun waktu tetentu untuk
memperoleh izazah. Kurikulum sebagai pengalaman bearti bahwa kurikulum adalah
seluruh kegiatan siswa baik di dalam maupun di luar kelas asal saja kegiatan
itu ada di bawah tanggung jawab guru; sedangkan kurikulum sebagai perencanaan
berarti bahwa kurikulum adalah rencana program
yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk penyelenggaraan proses
pembelajaran.
Menurut
UU. No. 20 Tahun 2003 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar