Selamat Datang

Kami ucapkan terimakasih telah berkunjung di blog ini, semoga bisa bermanfaat dan memberi inspirasi bagi yang membacanya.

Selasa, 19 November 2013

Manajemen Pengembangan Kompetensi Guru Kelas SD/MI Melalui Pembelajaran Tematik Integratif Dengan Pendekatan Contextual Scientific Learning

Manajemen Pengembangan Kompetensi Guru Kelas SD/MI Melalui Pembelajaran Tematik Integratif Dengan Pendekatan Contextual Scientific Learning (Oleh: Abd. Azis Tata Pangarsa, M.Pd)
 
A.    Manajemen Pengembangan Kompetensi Guru Kelas SD/MI
1.      Manajemen Pengembangan
Manajemen pengembangan secara etimologis merupakan penggabungan dua konsep yang secara maknawi memiliki pengertian yang berbeda. Kedua konsep tersebut adalah manajemen dan pengembangan. Untuk itu, penelusuran dimulai dari pengertian manajemen, diteruskan dengan sumber daya manusia, dan diakhiri dengan memahami secara utuh pengertian manajemen SDM.
Pengertian manajemen menurut Rue & Byars adalah: ”Management is a form of work that involves coordinating an organization’s resources-land, labour, and capital to accomplish organizational objectives”. Sebuah bentuk manajemen yang melibatkan koordinasi wilayah sumber daya organisasi, tenaga kerja, dan modal merupakan sasaran pemenuhan tujuan organisasi tersebut. Selanjutnya Hasibuan, M. S (2003: 1-2) juga mendefinisikan manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[1]
            Pengembangan menurut Beebe, et.al (2004: 8) adalah:
The concept of development is a process often linked to both training and human resources. The word development added to other terms suggests a broadening of the behaviors or strategies to achieve a goal. Development is any behavior, strategy, design, restructuring, skill or skill set, strategic plan, or motivational effort that is designed to produce growth or change over time. Development is a process of helping the organization or individuals in the organization do their jobs more effectively. Development involves a set of strategies that can help an individual or organization change to perform more effectively in achieving individual or corporate vision, mission, and goals.
Konsep pengembangan adalah suatu proses yang saling berkesinambungan antara pelatihan dan sumber daya manusia. Kata pengembangan ditambahkan pada bagian lain yang mempengaruhi perilaku atau strategi untuk mencapai suatu tujuan/hasil.
Pengembangan adalah segala perilaku, strategi, desain, restrukturisasi, ketrampilan, perencanaan strategis, atau usaha memotivasi yang dirancang untuk menghasilkan pertumbuhan atau perubahan dari waktu ke waktu. Pengembangan adalah suatu proses untuk membantu organisasi atau individu dalam melakukan pekerjaan secara efektif. Pengembangan melibatkan satu set strategi yang dapat membantu individu atau organisasi untuk lebih efektif dalam melaksanakan pencapaian individu atau visi organisasi, misi, dan tujuan/hasilnya.
Keuntungan adanya pengembangan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi menurut Decenzo & Robbins (1999: 232) adalah sebagai berikut:
Pengembangan memberikan pendidikan yang diperlukan oleh pegawai dalam memahami dan menginterpretasikan ilmu pengetahuan. (2) Pengembangan memfokuskan pada perkembangan pegawai secara individual. (3) Pengembangan memberikan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan secara menyeluruh. (4) Pengembangan menciptakan sumber daya manusia yang mampu untuk menjabat pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar, analitis, memilki rasa kemanusiaan, terkonsep dan memilki ketrampilan yang khusus. (5) Pengembangan menciptakan sumber daya manusia yang mampu untuk berpikir dan memahami secara logis.
2.      Kompetensi Guru
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan           atau            kecakapan. Jadi kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus pintar, tetapi juga harus pandai mentransfer ilmunya kepada peserta didik.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengembangkan standar kompetensi guru dan dosen, karena yang  memiliki kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi guru dan dosen yang hasilnya ditetapkan oleh Peraturan Menteri. Menurut UU No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 10 “kompetensi adalah perangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru untuk dapat melakukan tugas-tugas profesionalisnya.[2]
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Sebagai agen dalam pendidikan, guru dituntut professional dengan memenuhi empat kompetensi tersebut.
3.      Guru Kelas SD/MI
Guru adalah seorang pendidik yang mempunyai keahlian mentransfer ilmunya kepada peserta didik dengan kata lain guru adalah tugasnya mengajar. Guru juga harus mampu mengembangkan kemampuanya dalam mengajar, serta bisa lebih dewasa dalam bersikap dan berpikir, sehingga mempunyai daya kompetensi dan psikilogis yang stabil.
Kelas merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang diorganisir menjadi satu unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam kelas akan terjadi suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Sebagai pendidik,guru berkewajiban membantu pertumbuhan dan perkembangan murid-muridnya dalam mewujudkan kedewasaannya. Kedewasaannya tersebut dapat berupa kedewasaan biologis, psikologis, dan sosilogis. Sejalan dengan uraian di atas maka tugas guru kelas sangat penting dalam terwujudnya kegiatan belajar mengajar. Namun guru kelas dalam penggunaan pendekatan dan metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang penuh akan beban sehingga pendekatan dan metode sederhana yang digunakan kurang membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.
Seorang guru kelas, mempunyai tugas dan fungsi bukan hanya mentransfer ilmu saja. Namun guru kelas juga mempunyai tugas dan fungsi sebagai :
a)    Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, dan sumber informasi pelajaran.
b)    Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan kelas, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c)    Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d)    Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e)    Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f)     Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g)    Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h)    Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i)       Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam prestasi belajar maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

B.     Pembelajaran Tematik Integratif
1.      Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan tingkat dasar (SD/MI), menggunakan metode tematik integratif. Metode ini sebenarnya bukan hal baru bagi guru kelas SD/MI. Di kurikulum sebelumnya pun, untuk kelas rendah seperti kelas satu, dua dan tiga sudah menggunakan metode pembelajaran tematik.[3]
Dalam metode tematik integratif, materi ajar tidak disampaikan berdasarkan mata pelajaran tertentu, melainkan dalam bentuk tema-tema yang mengintegrasikan seluruh mata pelajaran. Metode ini sudah diterapkan di banyak sekolah. Karena dinilai berhasil, pemerintah lalu mengadopsi dan berencana menerapkan metode ini secara nasional.
Metode tematik integratif adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa materi ajar sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada siswa. Tema adalah pokok pemikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Tema akan yang akan menjadi penggerak mata pelajaran yang lain, masing-masing kelas akan disediakan banyak tema. Umumnya tiap tingkatan kelas mempunyai delapan tema berbeda. Tema yang sudah dipilih itu harus selesai diajarkan dalam jangka waktu satu tahun. Guru yang menentukan atau memilih teknis pengajaran maupun durasi pembelajaran satu tema.
Satu tema yang dipilih oleh guru dapat diintegrasikan pada enam mata pelajaran wajib yang ditentukan yaitu Agama, PPKn, Matematika, bahasa Indonesia, Seni Budaya dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Kurikulum 2013 SD/MI ini menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio yang saling melengkapi. Elemen perubahan kurikulum untuk jenjang SD/MI secara umum adalah holistik integratif berfokus pada alam, sosial, dan budaya. Dengan adanya perubahan pendekatan pembelajaran pada kurikulum 2013, maka ada penambahan sebanyak empat jam pelajaran per minggu. Metode tematik integratif membuat siswa harus aktif dalam pembelajaran dan mengobservasi setiap tema yang menjadi bahasan. Untuk kelas I-III yang awalnya belajar selama 26-28 jam dalam seminggu bertambah menjadi 30-32 jam seminggu. Sedangkan untuk kelas IV-VI yang semula belajar selama 32 jam per minggu di sekolah bertambah menjadi 36 jam per minggu. 

C.    Pendekatan Contextual Scientific Learning
1.      Pendekatan Contextual
a)      Pengertian Pendekatan Contextual
Pendekatan Contekstual atau Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.[4] Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Pembelajaran CTL melibatkan beberapa komponen utama pembelajaran produktif yakni, konstruktivisme, bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).
b) Latar Belakang Filosofis dan Psikologis Pendekatan Contekstual/ CTL
(1) Latar Belakang Filosofis CTL
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal abad 20-an yang menekankan pada pengembangan siswa.[5]Dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget.Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual..menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
(2) Latar belakang Psikologis CTL
Dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.
Ada yang perlu dipahami tentang CTL, diantaranya adalah:[6]
(a)       Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki
(b)      Belajar bukan sekedar mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas.
(c)       Belajar adalah proses pemecahan masalah
(d)      Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju yang kompleks
(e)       Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
Setidaknya ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pendekatan CTL, yaitu:[7]
(a)    Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning),
(b)   Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya,
(c)    Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun  (1) hipotesis (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan,
(d)   Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge),
(e)    Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut.
a)      Asas-Asas CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas.[8] Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.Pembelajaran CTL melibatkan beberapa komponen utama pembelajaran produktif yakni, konstruktivisme, bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).
2.      Pendekatan Scientific
a)   Pengertian Pendekatan Scientific
Pendekatan scientific adalah pendekatan secara ilmiah, guru kelas SD/MI harus menggunakan pendekatan ilmiah (scientific) dalam proses pembelajaran pada pendidikan tingkat dasar, sebagai upaya implementasi dari kurikulum 2013  dikarenakan pendekatan ini lebih efektif hasilnya dibandingkan pendekatan tradisional.[9]
b)   Kriteria Pendekatan Scientific 
Pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah atau pendekatan scientific, harus memenuhi kriteria berikut inierikut ini, yaitu:[10]
1)      Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2)      Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3)      Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4)      Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5)      Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6)      Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7)      Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
c)    Langkah-Langkah Pembelajaran pada Pendekatan Scientific 
Proses pembelajaran yanag mengimplementasikan pendekatan scientific akan menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Description: pendekatan scientific dan 3 ranah yang disentuh
Pendekatan scientific dan 3 ranah yang disentuh
Adapun penjelasan dari diagram pendekatan pembelajaran scientific (pendekatan ilmiah) dengan menyentuh ketiga ranah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)       Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.”
2)       Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.
3)       Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”
4)       Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik  (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5)       Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
6)       Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud  meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.


[2] Asef  Umar Fakhrudin. Menjadi Guru Favorit. (Yogyakarta: DIVA Press. 2010),. Hlml. 31-32
[4] Johson, Elaine B, Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bndung: Kaifa Learning, 2009). Hlm.15.
[5]Ibid. hlm. 26.
[7]Ibid, Hlm.2
[8] Kesuma, Dharma,Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM,(Garut: RAHAYASA Research & Training, 2010), hlm. 62.
[10] Opcit.Hlm 1.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman