PENGHINAAN
(Abd. Azis Tata Pangarsa, 02/02/2015)
Berhati-hatilah kita
dalam bersikap, kalau tidak bisa dianggap sikap kita itu adalah sebuah PENGHINAAN
kepada orang lain. Saya sendiri beberapa
kali melakukan atau berkata sesuatu, yang berujung akibat dari perbuatan atau perkataan
saya tersebut dianggap telah melakukan PENGHINAAN. Padahal sama sekali saya
tidak ingin melakukan PENGHINAAN terhadap orang tersebut. Sehingga orang
tersebut sampai marah-marah kepada saya bahkan tidak menyapa saya.
Dari peristiwa
tersebut, saya dapat belajar bahwasanya setiap manusia mempunyai perspektif
yang berbeda sebagai tolok ukurnya dalam bersikap, sehingga alangkah lebih
baiknya kita diam daripada berbuat dan berbicara menyakiti orang lain, meskipun
dalam tolok ukur kita perbuatan atau sikap kita tersebut bukan untuk melakukan
PENGHINAAN.
Sebaliknya, beberapa
kali saya juga mengalami PENGHINAAN dari orang lain terhadap perbuatan,
perkataan, ide, pemikiran, prestasi bahkan terhadap gelar saya. Namun dari semua itu saya semakin menyadari dalam
hidup ini kita sebagai makhluk yang tiada pernah luput dari kesalahan, tidak
pernah bisa menyenangkan hati semua orang. Dalam setiap sikap kita, selalu saja
ada yang suka dan tidak suka. Sebesar apapun usaha kita untuk berbuat kebaikan,
akan ada saja yang bersimpati dan yang tidak.
Jangankan kita yang merupakan manusia biasa,
bahkan nabi Muhammad Saw yang sudah dijamin oleh Allah SWT bersih dari dosa
(ma’shum), tetap ada yang mencintai dan ada pula yang membencinya. Nabi
Muhammad Saw yang sedemikian mulia akhlaknya, dikenal amanah dan jujur sejak
belia, tetap saja ada yang menyakiti dan menghinanya.
Bahkan, orang-orang pada masa kini pun ada yang
membenci Rasulullah Saw. Sampai-sampai ada yang berani membuat berbagai
karikatur yang berisi penghinaan terhadap beliau. Ada juga yang menulis
berbagai fitnah tentang beliau.
Namun, apakah berbagai penghinaan itu mengurangi
kemuliaan Rasulullah Saw? Sedikitpun tidak! Rasulullah Saw tetap diakui sebagai
sosok yang paling agung dan paling berpengaruh di dunia.
Siti Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah
Saw, “Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami hari yang lebih buruk
dari perang Uhud?” Rasulullah Saw menjawab, “Aku pernah menemui kaum
yang sangat kejam yang belum pernah aku temui sebelumnya. Yaitu hari di mana
aku menemui kaum di kampung Aqabah (Thaif), ketika aku bermaksud menemui Ibnu
Abi Yalil bin Abdi Kulal (untuk meminta bantuan dan untuk menyebarkan Islam).
Akan tetapi, dia tidak memenuhi permintaanku.
Akupun pulang dalam keadaan wajah yang berdarah (karena perbuatan warga Thaif
yang melempari batu). Ketika aku berhenti di Qarnul Tsa’alib, aku melihat awan
menaungiku sehingga aku merasa teduh. Lalu, malaikat Jibril memanggilku dan
bertanya, “Sesungguhnya Allah telah mendengar hinaan kaummu dan penolakan
mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung kepadamu.”
Kemudian, malaikat menawarkan kepada Rasulullah
Saw apakah beliau mau jika dua gunung yang ada di kota Mekkah ditimpakan kepada
mereka sebagai pembalasan. Namun, bagaimana jawaban Rasulullah Saw?
Rasulullah Saw yang mulia menolak tawaran itu.
Tidak terbersit sedikitpun di dalam hati beliau niat untuk membalas sikap buruk
mereka. Rasulullah Saw justru mendoakan mereka, “Aku berharap mudah-mudahan
Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah
Yang Maha Esa dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Subhanallah! , dari kisah ini kita bisa
mengambil pelajaran berharga. Bahwa Rasulullah Saw tidak pernah membalas sikap
buruk orang lain kepada beliau dengan keburukan. Rasulullah Saw justru tetap
melanjutkan perbuatan baik terhadap mereka.
Salah satu cara Rasulullah Saw menyikapi hinaan
adalah dengan mendoakan orang-orang yang menghinanya. Beliau mendoakan agar
mereka diberikan petunjuk oleh Allah Swt sehingga bisa berada di jalan yang
lurus. Rasulullah Saw memahami bahwa yang bisa beliau lakukan adalah menyeru
mereka kepada kebaikan, adapun hidayah adalah kekuasaan Allah Swt.
Oleh karena itu, janganlah membalas hinaan orang
kepada kita dengan perbuatan yang sama. Sungguh tidak berbahaya hinaan orang
itu. Yang berbahaya adalah jika kita yang melakukan penghinaan itu. Hinaan
orang tidaklah berbahaya, yang berbahaya adalah jika kita melakukan perbuatan
hina.
Jangan membalas hinaan dengan hinaan, karena
sesungguhnya orang yang melontarkan ucapan-ucapan buruk tiada lain adalah
sedang memperlihatkan keburukan dirinya sendiri.
Mengutip dari ceramah KH. Abdullah Gymnastiar (
Aa Gym ); “Bukankah moncong teko hanya mengeluarkan apa yang ada di dalam teko.
Jika isinya air jernih, maka yang keluarpun jernih. Jika isinya air kotor, maka
itulah yang keluar.”
Semoga Allah SWT melimpahkan hidayah kepada kita
sehingga setiap ucapan dan tindakan kita senantiasa terjaga dan terpelihara.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar